Saturday, February 26, 2011

Masih Lebih Mudah Bagi Kita


Seperti yang sudah saya duga. Sekeping gopekan keluar lagi dari jendela
mobil. Penasaran saya makin betambah. Ini bukan yang pertama kali. Sering.

Teramat sering malah. Tapi apa alasannya? Sulit bagi saya untuk mengerti.
Mereka bukan tak bisa. Hanya kurang berusaha saja. Memberi uang sama
artinya dengan memberikan persetujuan dan pembenaran. Sedangkan kita
sudah selayaknya memberikan pelajaran. Kenapa dia harus selalu memberi?
Tanpa pernah memilih lagi.

Dulu. Pertama kali saya menjadi anak buahnya. Seorang penjual pengharum
ruangan masuk ke kantor. Meskipun di pintu depan sudah tertulis
besar-besar "PARA PEDAGANG DAN PEMINTA SUMBANGAN DILARANG MASUK". Tetap
saja tiada hari tanpa pedagang keliling dan peminta sumbangan di kantor
ini. Entah mereka sudah bebal atau kebal, saya juga tidak tahu.

Penjual pengharum itu berkeliling ke meja-meja pegawai, menawarkan
dagangannya. Sebagian cuek, sebagian lagi menolak dengan halus. Ada pula
yang menawar, tapi akhirnya tidak jadi membeli. Ketika para pedagang itu
sampai di meja si bapak, tanpa banyak kata, si bapak mengambil beberapa
buah barang dagangannya dan membayar tanpa menawar.

Beberapa kali kejadian semacam berulang. Si Bapak hampir selalu membeli
barang dagangan setiap pedagang yang masuk ke ruangan kami. Pernah suatu
saat saya bertanya kenapa beliau suka membeli barang dari para pedagang
yang ke kantor. "Siapa lagi yang akan membeli kalau bukan kita? Sudah
terlalu banyak yang berbelanja di mall. Biarlah saya berbelanja pada
mereka", begitu jawab beliau.

Namun ternyata bukan hanya itu. Kalau membeli barang dagangan, sebagaimana

alasannya di atas, saya bisa menerima dan mengerti. Tapi ternyata dia juga

selalu memberi kepada para peminta sumbangan yang bergantian datang ke
kantor kami.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa tak semua peminta sumbangan itu
benar-benar peminta sumbangan untuk masjid, anak yatim piatu atau
sejenisnya. Banyak dari mereka yang menggunakan metode peminta sumbangan
untuk menghidupi diri. Dan saya pernah mengingatkan bapak ini tentang hal
itu. Tapi ia tak berkomentar.

Beberapa hari terakhir, beliau hampir selalu memberikan koran harian pada
saya. Beliau tahu saya suka membaca.

"Saya tak butuh koran itu," kata beliau.
"Lantas mengapa membeli?" tanya saya.
"Karena saya tahu tak banyak orang yang membeli koran dari tukang koran
seperti dia,". Itu jawabnya.

Dan kini? Ini sudah kesekian kali, ketika saya satu mobil dengan beliau
karena ada tugas keluar kantor. Peristiwa yang sama terjadi kembali.
Beliau memberi uang kepada setiap peminta-minta di jalanan, baik yang
memang terang-terangan meminta-minta, mengamen, polisi cepek maupun yang
setengah memalak dengan 'berorasi'.

Kali ini saya tak lagi bisa diam. Menurut saya apa yang beliau lakukan
tidak mendidik, membuat mereka makin malas, tak mau bekerja keras dan
mengharapkan uluran tangan seperti ini. Setidaknya, kalau mau memberi,
hendaknya kita pilih-pilih, mana yang tampak betul-betul membutuhkan.
Atau, kalau mau berinfak kenapa tidak melalui lembaga yang benar-benar
dapat dipercaya akan menyampaikan amanah kepada yang benar-benar berhak?
Saya memberondongnya dengan sebuah argumentasi panjang.

"Saya tak yakin dengan tidak memberi akan mendidik mereka. Semestinya ada
orang-orang yang aware dengan program penyadaran itu. Tugas merekalah yang

menyadarkan. Sedang saya, hanya ini yang bisa saya lakukan. Mungkin mereka

memang tak sungguh-sunguh miskin, bisa jadi mereka hanya malas. Tapi saya
yakin, jika mereka bisa semudah kita mencari rizki, mereka tak akan
melakukan itu semua. Jika karena tak ada yang mau memberi mereka
kelaparan, lantas kepada siapa mereka meminta. Kemana mereka mencari?
Sedang kita? Kalaupun harta kita habis karena mereka, setidaknya masih
lebih mudah bagi kita untuk mencari lagi dengan bekal kemampuan yang
diberikan Allah pada kita."

Uraian panjang lebarnya membuat saya tertegun. Masih lebih mudah bagi
kita. Ya, masih lebi h mudah bagi kita mendapat rezeki dibanding para
tukang koran. Masih lebih mudah bagi kita mencari penghidupan dibanding
para pedagang asongan. Masih lebih mudah bagi kita mencari makan dibanding

para pengamen jalanan. Masih lebih mudah bagi kita meminta bantuan teman,
dibanding mereka, gelandangan tak berkawan. Masih lebih mudah bagi kita.
()



0 comments:

Post a Comment