Saturday, December 15, 2012

PENCURI YANG DIUBAH

Tukang pajak berbangsa Prusia yang berwajah kejam itu berhadapan muka dengan putranya yang berusia sepuluh tahun dan berkata, "Kamu telah mengambil uang yang bukan milikmu, George."
Anak itu menggeliat-geliat di bawah pandangan ayahnya. "Tidak, Ayah," ia menggagap, "saya tidak mengambil uang."
"Sekali ini aku memasang sebuah perangkap," si ayah menjelaskan.
"Aku kira kamu telah mencuri uang dari pajak pungutanku, saat itu aku menghitung sejumlah uang dan kemudian menaruhnya di ruangan ini.
Sebagian dari uang itu telah hilang. Nah, kucing tidak mungkin mengambilnya."
"Ayah keliru," anak itu memohon.
"Aku tidak keliru. Jika kamu tidak mengakuinya, aku harus menggeledahmu."
Tukang pajak itu menggeledah saku anaknya dan tidak menemukan apa-apa. George tersenyum sendiri.
"Sekarang buka sepatumu," ayahnya memerintahkan.
"Kaki saya sakit. Kalau dibuka nanti sakit."
"Aku katakan, buka."
Anak itu dengan segan membuka sepatunya.
"Sekarang berikan sepatu itu kepadaku."
Anak itu menurut. Senyuman itu samar-samar lenyap dari wajahnya.
"Ah, ini dia. Sekarang, pergilah ke gudang."
"Tetapi, saya minta maaf, Ayah. Saya berjanji tidak akan mencuri lagi."
George Muller menerima hukumannya. Tetapi ia mencuri lagi, mencuri lagi, mencuri lagi -- sampai akhirnya hidupnya diubah oleh Kristus.

Ibunya meninggal ketika ia berumur empat belas tahun dan waktu itu ia sedang bersekolah. Pada malam ketika ibunya meninggal, dengan tidak sadar akan penyakit ibunya, George sedang bermain kartu. Hari Minggu, keesokan harinya, ia menghabiskan waktunya bersama-sama dengan beberapa temannya di sebuah kedai minuman.

Tidak berapa lama kemudian, ia dibaptiskan di sebuah gereja Lutheran. Ayahnya telah memberinya uang yang banyak untuk membayar gembala jemaatnya. Tetapi George yang licik itu memberi gembala jemaat itu hanya seperduabelas dari jumlah uang itu.
"Saya akan berlaku lebih baik," ia berjanji kepada dirinya sendiri pada saat ia mengikuti kebaktian. Tetapi keputusannya itu sia-sia saja.

Tahun berikutnya, ayahnya dipindahkan ke kota Schoenebeck, Prusia. Ia meninggalkan George sendirian di rumahnya yang lama agar mengawasi perbaikan-perbaikan rumahnya dan belajar dengan seorang pendeta karena George telah membuat keputusan untuk belajar menjadi pendeta. Tetapi ketika tukang pajak itu pergi. George sibuk dengan pekerjaannya yang lain. Ia mengumpulkan uang orang-orang di desanya yang berutang kepada ayahnya, lalu ia melakukan perjalanan yang

kemudian ia sebut "dosa enam hari." Ketika uangnya telah habis, ia pindah ke hotel yang mahal, menginap seminggu, kemudian lari tanpa membayar ongkos-ongkosnya. Ia pindah ke hotel lain, menginap dan bersenang-senang seminggu lamanya, lalu bersiap-siap untuk melarikan diri melalui sebuah jendela. Namun, kali ini ia tertangkap. Pada umur enam belas tahun, anak tukang pajak itu dipenjara selama dua puluh empat hari.

Setelah ayahnya memberikan uang jaminan untuknya, ia bersekolah di Nordhausen, Prusia. Untuk menyenangkan hati gurunya, ia belajar dari jam empat pagi sampai jam sepuluh malam. Gurunya memujinya di kelas sebagai seorang pemuda dengan harapan yang baik dalam pelayanan kependetaan. Walaupun demikian, George Muller terus-menerus bermabuk-mabukan dan berfoya-foya. Ia merasa bersalah pada saat ia turut ambil bagian dalam perjamuan Tuhan. "Tetapi satu atau dua hari setelah ikut serta dalam perjamuan Tuhan itu, saya berlaku sama jahatnya seperti sebelumnya," ia menulis dalam catatan hariannya.


Ketika ia berumur dua puluh tahun, ia dianjurkan belajar di Universitas Halle serta diberi hak untuk berkhotbah. Ketika di Halle inilah ia menyadari bahwa ia harus memperbaiki diri seandainya saja ada sebuah jemaat yang memilih dia sebagai gembala jemaatnya. Pada waktu itu, ia menganggap pelayanan kependetaan semata-mata sebagai suatu mata pencaharian yang baik, bukan sebagai suatu pelayanan kepada orang-orang yang memerlukan pertolongan.

Ia bertemu dengan seorang teman mahasiswa bernama Beta yang hidup sebagai orang Kristen yang patut dicontoh. George memilih Beta sebagai teman dekatnya, dengan berpikir bahwa ia memperbaiki hidupnya dengan seorang teman Kristen.

Tetapi Beta itu seorang Kristen yang kembali berbuat jahat dan ia bersahabat dengan George hanya karena ia mengira George akan membawanya kepada kesenangan-kesenangan yang lebih banyak.

Dalam bulan Agustus tahun 1825, George Muller, Beta, dan dua orang mahasiswa lainnya menggadaikan sebagian milik mereka untuk memeroleh cukup banyak uang untuk bepergian selama beberapa hari.
Ketika seorang dari mahasiswa-mahasiswa itu mengusulkan pergi ke Swiss, George yang licik itu sudah memunyai suatu rencana. Ia hanya duduk saja dan memalsukan surat-surat penting yang diperlukan dari orang tuanya untuk mendapatkan paspor.

Dalam perjalanan itu, George menjadi bendahara. Karena ia memang suka mencuri, ia menyelewengkan uang itu supaya teman-temannya membayar sebagian dari ongkos-ongkosnya.


Ketika mereka kembali ke universitas, Beta sangat menyesal dan ia mengakui segala dosanya kepada ayahnya. Kemudian ia mengundang George untuk menghadiri suatu persekutuan doa di rumah seorang teman. Mereka pergi bersama. "Saya belum pernah sebelumnya melihat seorang berdoa berlutut," demikianlah komentar George yang kemudian menjadi seorang yang terkenal di dunia karena kuasa doanya.


George merasa canggung di dalam persekutuan itu karena suasananya yang aneh. Ia bahkan meminta maaf atas kehadirannya di sana.

"Datanglah sering-sering; pintu dan hati kami terbuka bagi Saudara," tuan rumah itu mengundangnya dengan senang hati.
Setelah dua lagu pujian, satu pasal dari Alkitab dibacakan. Kemudian lagu pujian lainnya dan pada saat tuan rumah itu berdoa, suatu perasaan sukacita dan damai timbul dalam hari George Muller. Dalam perjalanan pulang, dengan penuh kegembiraan, ia berkata kepada Beta, "Segala kesenangan kita yang dulu itu tidak ada artinya dibandingkan dengan apa yang kita alami malam ini."
Kristus telah menyentuh hati George Muller di persekutuan doa itu, dan sejak saat itu ia menjalani kehidupan yang telah diubah.

Kemudian ia pindah ke Inggris, di mana ia menjadi terkenal sebagai orang yang beriman. Ia mendirikan lima buah Panti Asuhan di Bristol yang dapat menampung dua ribu orang anak. Selama hidupnya, ia mengurus 9.975 orang anak yatim piatu dan menerima lima puluh ribu jawaban khusus bagi doanya.

Inilah kisah orang yang tidak pernah melihat seorang Kristen berdoa berlutut sampai ia berusia dua puluh satu tahun.

Diambil dan diedit seperlunya dari:

Nama situs : Pemuda Kristen
Judul asli artikel: Pencuri yang Diubah -- George Muller
Penulis : James C. Hefley
Alamat URL : http://www.pemudakristen.com/artikel/pencuri_yang_diubah.php


Catatan: Artikel di atas dapat ditemukan dalam versi tercetak pada buku "Bagaimana Tokoh-Tokoh Kristen Bertemu dengan Kristus" karya James C. Hefley, terbitan Yayasan Kalam Hidup.



Thursday, June 7, 2012

Pengemis dan Pelayan Toko

"Peliharalah kasih persaudaraan ! Jangan kamu lupa memberi kebaikan kepada
orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak
diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat." Ibrani 13:1.

Ada kisah tentang kebaikan dan kasih yang tercecer dari antara perayaan-perayaan Natal. Semacam kisah Orang Samaria yang Baik Hati. Kisah tentang kasih yang indah ini sayangnya tidak terjadi di gereja, tetapi di sebuah Dept. Store di Amerika Serikat.

Pada suatu hari seorang pengemis wanita yang dikenal dengan sebutan "Bag Lady" (karena segala harta-bendanya hanya termuat dalam sebuah tas yang ia jinjing kemana-mana sambil mengemis) memasuki sebuah Dept. Store yang mewah sekali. Hari-hari itu adalah menjelang hari Natal. Toko itu dihias dengan indah sekali. Lantainya semua dilapisi karpet yang baru dan indah. Pengemis ini tanpa ragu-ragu memasuki toko ini. Bajunya kotor dan penuh lubang-lubang. Badannya mungkin sudah tidak mandi berminggu-minggu. Bau badan menyengat hidung.

Ketika itu seorang hamba Tuhan wanita mengikutinya dari belakang. Ia berjaga-jaga, kalau petugas sekuriti toko itu mengusir pengemis ini, sang hamba Tuhan mungkin dapat membela atau membantunya. Wah, tentu pemilik atau pengurus toko mewah ini tidak ingin ada pengemis kotor dan bau mengganggu para pelanggan terhormat yang ada di toko itu. Begitu pikir sang hamba Tuhan wanita. Tetapi pengemis ini dapat terus masuk ke bagian-bagian dalam toko itu. Tak ada petugas keamanan yang mencegat dan mengusirnya. Aneh ya ?
Padahal, para pelanggan lain berlalu lalang di situ dengan setelan jas atau gaun yang mewah dan mahal. Di tengah Dept. Store itu ada piano besar (grand piano) yang dimainkan seorang pianis dengan jas tuksedo, mengiringi para penyanyi yang menya nyikan lagu-lagu natal dengan gaun yang indah. Suasana di toko itu tidak cocok sekali bagi si pengemis wanita itu. Ia nampak seperti makhluk aneh di lingkungan gemerlap an itu. Tetapi sang "bag lady" jalan terus. Sang hamba Tuhan itu juga mengikuti terus dari jarak tertentu.

Rupanya pengemis itu mencari sesuatu di bagian Gaun Wanita. Ia mendatangi
counter paling eksklusif yang memajang gaun-gaun mahal bermerek (branded items) dengan harga di atas $ 2500 per piece. Kalau dikonversi dengan kurs hari-hari ini, harganya dalam rupiah sekitar Rp. 20 juta per piece.
Baju-baju yang mahal dan mewah ! Apa yang dikerjakan pengemis ini ? Sang pelayan bertanya, "Apa yang dapat saya bantu bagi anda ?" "Saya ingin mencoba gaun merah muda itu ?" Kalau anda ada di posisi sang pelayan itu, bagaimana respons anda ? Wah, kalau pengemis ini mencobanya tentu gaun-gaun mahal itu akan jadi kotor dan bau, dan pelanggan lain yang melihat mungkin akan jijik membeli baju-baju ini setelah dia pakai. Apalagi bau badan orang ini begitu menyengat, tentu akan merusak gaun-gaun itu.

Tetapi mari kita dengarkan apa jawaban sang pelayan toko mewah itu. "Berapa
ukuran yang anda perlukan ?" "Tidak tahu !" "Baiklah, mari saya ukur dulu."
Pelayan itu mengambil pita meteran, mendekati pengemis itu, mengukur bahu,
pinggang, dan panjang badannya. Bau menusuk hidung terhirup ketika ia berdekatan dengan pengemis ini. Ia cuek saja. Ia layani pengemis ini seperti satu-satunya pelanggan terhormat yang mengunjungi counternya. "OK, saya sudah dapatkan nomor yang pas untuk nyonya ! Cobalah yang ini !" Ia memberikan gaun itu untuk dicoba di kamar pas. "Ah, yang ini kurang cocok untuk saya. Apakah saya boleh mencoba yang lain ?" "Oh, tentu !" Kurang lebih dua jam pelayan ini menghabiskan waktunya untuk melayani sang bag lady. Apakah pengemis ini akhirnya membeli salah satu gaun yang dicobanya ?
Tentu saja tidak ! Gaun seharga puluhan juta rupiah itu jauh dari jangkauan kemampu an keuangannya. Pengemis itu kemudian berlalu begitu saja, tetapi dengan kepala tegak karena ia telah diperlakukan sebagai layaknya seorang manusia. Biasanya ia dipandang sebelah mata. Hari itu ada seorang pelayan toko yang melayaninya, yang menganggapnya seperti orang penting, yang mau mendengarkan permintaannya. Tetapi mengapa pelayan toko itu repot-repot melayaninya ? Bukankah kedatangan pengemis itu membuang-buang waktu dan perlu biaya bagi toko itu? Toko itu harus mengirim gaun-gaun yang sudah dicoba itu ke Laundry, dicuci bersih agar kembali tampak indah dan tidak bau. Pertanyaan ini juga mengganggu sang hamba Tuhan yang memperhatikan apa yang terjadi di counter itu.

Kemudian hamba Tuhan ini bertanya kepada pelayan toko itu setelah ia selesai melayani tamu "istimewa"-nya. "Mengapa anda membiarkan pengemis itu mencoba gaun-gaun indah ini ?" "Oh, memang tugas saya adalah melayani dan berbuat baik (My job is to serve and to be kind !) "Tetapi, anda 'kan tahu bahwa pengemis itu tidak mungkin sanggup membeli gaun-gaun mahal ini ?"
"Maaf, soal itu bukan urusan saya. Saya tidak dalam posisi untuk menilai atau menghakimi para pelanggan saya. Tugas saya adalah untuk melayani dan berbuat baik."

Hamba Tuhan ini tersentak kaget. Di jaman yang penuh keduniawian ini ternyata masih ada orang-orang yang tugasnya adalah melayani dan berbuat baik, tanpa perlu menghakimi orang lain. Hamba Tuhan ini akhirnya memutuskan untuk membawakan khotbah pada hari Minggu berikutnya dengan thema : "Injil Menurut Toko Serba Ada". Khotbah ini menyentuh banyak orang, dan kemudian diberitakan di halaman-halaman surat kabar di kota itu. Berita itu menggugah banyak orang sehingga mereka juga ingin dilayani di toko yang eksklusif ini. Pengemis wanita itu tidak membeli apa-apa, tidak memberi keuntungan apa-apa, tetapi akibat perlakuan istimewa toko itu kepadanya, hasil penjualan toko itu meningkat drastis, sehingga pada bulan itu
keuntungan naik 48 % !

Wednesday, February 29, 2012

Selalu Bersyukur



Selalu bersyukur akan membuat kita bahagia

Beberapa cerita berikut ini menggambarkannya...

Begitu memasuki mobil mewahnya, seorang direktur bertanya pada sopir
pribadinya, "Bagaimana kira-kira cuaca hari ini?" Si sopir menjawab,
"Cuaca
hari ini adalah cuaca yang saya sukai." Merasa penasaran dengan jawaban
tersebut, direktur ini bertanya lagi, "Bagaimana kamu bisa begitu yakin?"
Supirnya menjawab, "Begini, pak, saya sudah belajar bahwa saya tak selalu
mendapatkan apa yang saya sukai, karena itu saya selalu menyukai apapun
yang saya dapatkan".

Jawaban singkat tadi merupakan wujud perasaan syukur. Syukur merupakan
kualitas hati yang terpenting. Dengan bersyukur kita akan senantiasa
diliputi rasa damai, tenteram, dan bahagia. Sebaliknya, perasaan tak
bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu merasa kurang
dan tak bahagia.

Ada dua hal yang sering membuat kita tak bersyukur. Pertama, kita sering
memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kita
miliki. Katakanlah Anda sudah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan
tetap, dan pasangan yang baik. Tapi Anda masih merasa kurang.

Pikiran Anda dipenuhi berbagai target dan keinginan. Anda begitu terobsesi
oleh rumah yang besar dan indah, mobil mewah, serta pekerjaan yang
mendatangkan lebih banyak uang. Kita ingin ini dan itu. Bila tak
mendapatkannya kita terus memikirkannya. Tapi anehnya, walaupun sudah
mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tak
puas, kita ingin yang lebih lagi. Jadi, betapapun banyaknya harta yang
kita
miliki kita tak pernah menjadi "kaya" dalam arti yang sesungguhnya.

Mari kita luruskan pengertian kita mengenai orang "kaya". Orang yang
"kaya"
bukanlah orang yang memiliki banyak hal, tetapi orang yang dapat menikmati
apapun yang mereka miliki. Tentunya boleh-boleh saja kita memiliki
keinginan, tapi kita perlu menyadari bahwa inilah akar perasaan tak
tenteram. Kita dapat mengubah perasaan ini dengan berfokus pada apa yang
sudah kita miliki. Cobalah lihat keadaan di sekeliling Anda, pikirkan yang
Anda miliki, dan syukurilah. Anda akan merasakan nikmatnya hidup.
Pusatkanlah perhatian Anda pada sifat-sifat baik atasan, pasangan, dan
orang-orang di sekitar Anda. Mereka akan menjadi lebih menyenangkan.

Seorang pengarang pernah mengatakan, "Menikahlah dengan orang yang Anda
cintai, setelah itu cintailah orang yang Anda nikahi." Ini perwujudan rasa
syukur.

Ada cerita menarik mengenai seorang kakek yang mengeluh karena tak dapat
membeli sepatu, padahal sepatunya sudah lama rusak. Suatu sore ia melihat
seseorang yang tak mempunyai kaki, tapi tetap ceria. Saat itu juga si
kakek
berhenti mengeluh dan mulai bersyukur.

Hal kedua yang sering membuat kita tak bersyukur adalah kecenderungan
membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Kita merasa orang lain
lebih beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai,
lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, dan lebih kaya dari kita.
Rumput tetangga memang sering kelihatan lebih hijau dari rumput di
pekarangan sendiri. Ada cerita menarik mengenai dua pasien rumah sakit
jiwa. Pasien pertama sedang duduk termenung sambil menggumam, "Lulu,
Lulu."
Seorang pengunjung yang keheranan menanyakan masalah yang dihadapi orang
ini. Si dokter menjawab, "Orang ini jadi gila setelah cintanya ditolak
oleh
Lulu." Si pengunjung manggut-manggut, tapi begitu lewat sel lain ia
terkejut melihat penghuninya terus menerus memukulkan kepalanya di tembok
dan berteriak, "Lulu, Lulu". "Orang ini juga punya masalah dengan Lulu?"
tanyanya keheranan. Dokter kemudian menjawab, "Ya, dialah yang akhirnya
menikah dengan Lulu."

Hidup akan lebih bahagia kalau kita dapat menikmati apa yang kita
miliki.Karena itu bersyukur merupakan kualitas hati yang tertinggi.
Cerita
terakhir adalah mengenai seorang ibu yang sedang terapung di laut karena
kapalnya karam,namun tetap berbahagia. Ketika ditanya kenapa demikian, ia
menjawab, "Saya mempunyai dua anak laki-laki. Yang pertama sudah
meninggal,
yang kedua hidup di tanah seberang. Kalau berhasil selamat, saya sangat
bahagia karena dapat berjumpa dengan anak kedua saya. Tetapi kalaupun mati
tenggelam, saya juga akan berbahagia karena saya akan berjumpa dengan anak
pertama saya di surga." ()