Sunday, October 16, 2011

Memaafkan Adalah Karunia Terindah (Bag.2)




Pemberian Maaf

Pemberian maaf bak melumasi roda-roda kehidupan ketika gigi-giginya
mulai aus. Kalau pilihan waktunya tepat dan dengan maksud yang tulus,
permintaan maaf yang manis merupakan sikap hormat kepada peradaban
manusia. Tetapi, sebagian orang lebih mudah memberi maaf atas kesalahan
yang orang lain lakukan terhadap dirinya karena banyak alasan. Biasanya
yang paling kuno adalah karena sangat mencintainya. Kita melihat
bagaimana seorang istri atau seorang kekasih yang mendapat tamparan dari
orang yang dicintainya hanya karena menegurnya untuk bertanya kenapa
mereka dikhianati? Dengan segera bisa melupakan dan memaafkan tamparan
yang mereka terima hanya dengan rangkulan mesra yang pura-pura.

Tetapi untuk memaafkan dirinya sendiri banyak orang
yang tidak mampu melakukannya, dan membuat penyesalan
yang tak berujung sepanjang hidup. Memaafkan diri
sendiri memerlukan keberanian yang besar, lagi pula
apakah Anda berani membebaskan diri dari bayang-bayang kesalahan yang
dilakukan pada hari hari lalu?



Penulis mengajak pembaca untuk melihat dua kisah yang
dialami seorang anak manusia yang dengan susah payah
meneruskan hidupnya untuk menghapus ingatan yang
membuatnya merasa bersalah dan mencoba memaafkan
dirinya sendiri. Orang itu bercerita bagaimana sampai
sekarang bayang-bayang kesalahan itu tidak pernah
pergi dari ingatannya sebagai tanda dia belum bisa
memaafkan dirinya sendiri.

Demikian kisah orang itu, tiga puluh tahun lalu ketika
neneknya yang berumur 80 tahun sudah dalam kondisi
pikun ribut di pagi hari yang sibuk untuk mencarikan
penumbuk sirihnya. Penumbuk sirih itu adalah barang
antik kesayangannya yang dia dapatkan secara
turun-temurun dari nenek moyangnya. Tetapi, karena
orang itu harus sekolah dan hari itu ada kegiatan
penting yang membuat dia stres, dengan ketus dia
mengatakan, "Tidak ada waktu untuk mencari barang
antik nenek, nanti saja kalau pulang sekolah, akan
saya carikan."

Tetapi, apa yang terjadi? Pada jam istirahat kesatu,
datang orang dari rumah untuk menjemputnya pulang
karena neneknya sudah meninggal. Apa mau dikata, sudah terlambat untuk
mencarikan barangnya. Yang dia tahu persis, kalau mau meluangkan waktu
sedikit saja, dia bisa menemukan barang tersebut untuk diberikan pada
neneknya, dan membuatnya meninggal dengan tenteram.

Kejadian kedua orang tersebut berkisah demikian. Dia
memunyai adik perempuan satu-satunya, bungsu di antara
tiga bersaudara. Kejadian 12 tahun lalu tepat di ulang
tahun adiknya. Dia membelikan kado berupa gaun dan
cokelat kesenangan adiknya tersebut. Karena sang adik
tinggal di Bali sementara dia di Jakarta, kado itu pun
tidak jadi dipaketkan dengan pertimbangan "buat apa
buang-buang uang untuk ongkos kirim".



Dia berpikir, kado itu akan diberikan kalau adiknya
pulang pada hari libur yang akan tiba sebentar lagi.
Tetapi apa yang terjadi? Tepat di malam liburan, adik
orang itu mengembuskan napas terakhir di Bali tanpa
memberi kesempatan padanya untuk melihat, apalagi
memberi kado yang sudah dirancang dan dibungkus dengan
indah.

Sampai saat ini, orang itu sulit menoleransi dirinya
sendiri. Apa yang menyebabkan dia waktu itu untuk
menghemat uang ongkos kirim paket yang nyata-nyata dia
mampu untuk membayarnya. Dia begitu menyesal dan
menyalahkan diri terus-menerus.

Memaafkan Diri

Tidak bisa memaafkan diri sendiri tetapi yang
disalahkan orang lain. Itu ibarat terjatuh sendiri,
tetapi menyalahkan teman seperjalanan.

Kita lihat kisah semacam itu demikian. Seorang pejabat
yang bermasa depan sangat cerah dengan jabatan yang
sedang menanjak dan terkenal sebagai orang "bersih nan
suci" dan sangat berkarisma. Yang dimaksud di sini
adalah seorang laki-laki yang berhasil menjalani
hidupnya dengan mulus tidak pernah melirik perempuan
lain karena merasa puas dengan satu istri, juga tidak
pernah korupsi.

Pokoknya di lingkungan hidupnya dia dikenal sebagai
orang yang bersih tuntas yang menjadikannya bersikap
arogan karena merasa tidak bercela. Apa mau dikata,
dalam perjalanan hidup seseorang bisa saja terjatuh,
dan yang dialami laki-laki itu adalah dengan segala
kebersihan dan kesuciannya dia jatuh cinta lagi pada
seorang wanita biasa yang kebetulan istri orang.


Seiring dengan jalannya waktu, rupanya keduanya
sama-sama jatuh dan terjadilah hubungan yang
seharusnya tidak dilakukan, tetapi mereka melakukan
sampai puluhan kali. Sampai suatu saat sang laki-laki
baru terkejut dan menyadari akan apa yang
diperbuatnya, hal itu membuat dia sangat membenci sang
wanita yang dia tuduh sebagai penyebab dari aib yang
dirasakan dalam jalur kehidupannya yang bersih.

Secara jujur di hatinya dia menyadari telah berbuat
salah dan tidak bias memaafkan dirinya sendiri yang
telah membuatnya merasa sangat bercela (kotor). Yang
paling ditakuti sekarang sudah tidak bersih lagi dan
"rapor ketidakbersihan" itu dipegang sang wanita yang membuatnya merasa
saat ini kekuatannya menjadi "berkurang" karena ada orang yang memegang
kartu "AS"-nya.

Hal tersebut membuat perasaannya tidak senyaman dulu
lagi dan semakin dia menyadari hal tersebut, semakin
pula dia membenci sang wanita.

Dari kisah itu bisa kita menarik kesimpulan bahwa
memaafkan diri sendiri itu sangat sulit. Jadi kalau
kita memaafkan, kita harus bisa melampaui hukum normal
yang mengikat kita pada hukum alam "sebab akibat"
dengan zat cinta pada diri sendiri. Sehingga, kita
akan mampu melakukan pemaafan itu dan membebaskan diri
kita dari masa lalu yang menyakitkan. Kita terban
melampaui moralitas penyalahan diri supaya bisa
menciptakan masa depan baru dari ketidakadilan masa
lalu. Kita membebaskan jiwa kita dari kesalahan yang
dilekatkan pada riwayat hidup kita.

Memaafkan diri sendiri dan membebaskan diri dari rasa
bersalah sangat memerlukan keberanian dan keteguhan
hati. Kita akan memulainya untuk bisa keluar dari
bayang-bayang masa lalu dengan membuat skenario baru
untuk naskah hidup kita selanjutnya. Kita perlu
memaafkan diri sendiri, seperti layaknya kita
memaafkan orang yang berbuat salah kepada kita, tetapi
orang tersebut sudah meninggal.

Jadi tidak ada lagi harapan apa pun dari orang
tersebut karena sudah tidak ada. Memaafkan tidak
mengubah fakta dari masa lalu kita. Klimaks dari
pemberian maaf adalah hal itu akan datang setelah kita
merasa bersatu kembali dengan diri sendiri secara
utuh.

Kita menyadari telah berbuat kesalahan dan tidak punya
daya dan kesempatan lagi untuk memperbaiki kesalahan
itu, dan ada semacam perjanjian yang hanya diri kita
sendiri yang mengetahui bagaimana kita berjanji tidak
akan mengulanginya dan akan menjalani hidup baru
dengan cara berpikir baru untuk meraih apa yang
diberikan oleh diri sendiri yang menjadikan kita hidup
lebih baik.

Memaafkan diri sendiri adalah mukjizat penyembuhan
yang tuntas atas kehidupan itu sendiri. Bisa memaafkan
adalah karunia yang terindah dalam hidup seseorang,
baik itu memaafkan diri sendiri maupun memaafkan orang
lain.

~The 3ND~

Sumber : E-Mail

0 comments:

Post a Comment